Analis Prediksi Bisnis Mitratel Naik Usai Akuisisi 6.000 Menara Telkomsel

Aksi akuisisi PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel terhadap 6.000 menara milik PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) diprediksi akan berdampak positif bagi kinerja MTEL. Sebab transaksi ini berpeluang mendorong pertumbuhan organik kinerja Mitratel tahun ini dan tahun depan.
Equity Research Analyst PT BCA Sekuritas Mohammad Fakhrul Arifin mengatakan akuisisi Mitratel terhadap menara Telkomsel dengan nilai transaksi mencapai Rp 10,28 triliun. Dalam transaksi ini juga disepakati perjanjian sewa kembali 6.000 menara oleh Mitratel kepada Telkomsel, komitmen Telkomsel untuk memesan 1.000 BTS dari Mitratel dalam 3 tahun ke depan, serta sewa 712 lahan milik Telkomsel tempat menara tersebut berada.
“Kami melihat akuisisi ini akan menjadi hal positif bagi prospek kinerja Mitratel. Akuisisi ini membutuhkan sekitar 73,4 persen dari proyeksi kami atas belanja modal Mitratel di 2022. Perlu dicatat bahwa rasio sewa menara yang diakuisisi mencapai 1 kali karena sebelumnya menara ini eksklusif hanya untuk Telkomsel,” ujar Fakhrul dalam keterangan, Rabu (31/8).
Fakhrul menilai Mitratel memiliki struktur permodalan yang kuat dengan alokasi belanja modal cukup besar yakni Rp 14 triliun. Kuatnya permodalan ini bisa mendorong Mitratel memperbesar skala perusahaan dan memperkuat ekspansi organik dan anorganik.
Menurutnya, Dengan memiliki total lebih dari 34.800 menara dan 49.900 penyewa, menyiratkan ada 1,43x rasio kolokasi. Penurunan ini pada dasarnya logis dalam pandangan kami, mengingat menara yang diperoleh dari akuisisi sebelumnya hanya dipakai oleh Telkomsel.
“Sebab transaksi ini pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan nilai perusahaan, sehingga memberikan potensi tambahan pertumbuhan sekitar 2-3 persen, sesuai dari prediksi terbaru perusahaan dan sejalan dengan perkiraan kami,” katanya.
Dari sisi operasional, menurut Fakhrul, dampak transaksi akuisisi menara Telkomsel ini akan bisa dilihat dalam kinerja Mitratel pada kuartal IV 2022 dan proyeksi kinerja 2023. Meskipun nantinya bisa berdampak rasio kinerja nonorganik, namun dia memprediksi penggerak utama pertumbuhan Mitratel di semester II 2022 ialah dari segmen organik yang berpotensi tumbuh lebih sehat dan mendongkrak rasio kolokasi.
“Oleh karena itu, kami mengubah prospek proyeksi kami atas rasio kolokasi Mitratel menjadi 1,46x dan 1,5x pada 2022 dan 2023,” dia menjelaskan.
BCA Sekuritas memberikan rekomendasi beli (buy) terhadap saham MTEL dengan target Rp 950 per saham. Target harga saham itu mempertimbangkan rata-rata pertumbuhan tahunan (CAGR) pendapatan Mitratel pada 2021-2023 diprediksi 12,2 persen dan pendapatan perusahaan yang belum dikurangi bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) 14,2 persen di periode yang sama. Hal itu menyiratkan EV/EBITDA 13,4x.
Harga saham MTEL pada penutupan perdagangan Jumat (26/8/2022) di level Rp 795 per saham. Sepekan dan 6 bulan terakhir, harga saham MTEL meroket 15 persen, serta setahun terakhir, melesat 30 persen.
Kinerja Semester I 2022
Dalam risetnya, Fakhrul mengungkapkan MTEL membukukan laba bersih di semester I 2022 senilai Rp 892 miliar, atau tumbuh 27 persen secara tahunan. Laba bersih MTEL yang tumbuh kuat terutama berasal dari pendapatan operasional yang lebih tinggi seiring dengan pertumbuhan jumlah penyewa dan lokasi menara.
“Perusahaan telah berhasil mempertahankan posisi leverage-nya di tingkat yang sehat, jauh di bawah perjanjian utangnya. Meskipun rencana akuisisi MTEL mungkin butuh modal besar, namun kami melihat perusahaan tidak akan butuh banyak utang. Sebab perusahaan masih mengantongi cukup dana dari IPO,” dia menjelaskan.
Fakhrul percaya kebutuhan serat optik sangat penting di tengah digitalisasi. Mitratel yang telah merealisasi 89 persen dari target serat optik di 2022, perseoran berpeluang meraih keuntungan di era jaringan 5G. “Ke depan, momentum pertumbuhan yang lebih sehat pasca konsolidasi, seharusnya terjamin,” kata dia.
Sumber:
Kumparan BISNIS
Konsolidasi Menara Grup Telkom Bawa Berkah bagi Mitratel (MTEL) dan Operator Seluler

NUSA DUA, investor.id – PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel optimistis konsolidasi menara Telkom Group dan operator yang terjadi di industri seluler saat ini akan membawa dampak positif bagi perusahaan penyedia menara.
Bagi Mitratel sebagai market leader kepemilikan menara telekomunikasi yang terbesar di Asia Tenggara, langkah konsolidasi tersebut akan membantu dan membuka kesempatan bagi semua operator dalam melakukan ekspansi bisnisnya.
“Tumbuhnya kebutuhan mobile data, berkembangnya teknologi 5G dan IoT (Internet of Things) serta aksi merger operator seluler membawa dampak semakin berkembangnya industri menara telekomunikasi di Indonesia. Hal ini merupakan potensi pasar yang cukup bagus untuk terus bertumbuh,” kata Direktur Utama Mitratel Theodorus Ardi Hartoko dalam acara Telkom Group Investor Day 2022 di Nusa Dua, Bali, baru-baru ini.
Mitratel kini memiliki 34.800 menara, setelah mengakuisisi 6.000 menara Telkomsel yang lokasinya strategis, tersebar di seluruh Indonesia, dan mayoritas berada di luar Jawa. Mitratel juga menyediakan solusi total melalui skema bundling, yang terdiri atas tower leasing, connectivity, dan power to tower, sehingga menjadikan Mitratel memiliki kekuatan penuh dalam menjawab peluang tersebut.
“Dengan mapping tersebut, kami optimistis strategi ini akan disambut positif oleh semua operator. Apalagi, ditambah 32% menara Mitratel merupakan prioritas utama tenant dari operator seluler,” kata Teddy Hartoko, panggilan akrabnya.
Dia menegaskan, setelah akuisisi menara Telkomsel, pihaknya lebih agresif meningkatkan tenancy ratio dan perluasan layanan termasuk bisnis pendukung agar dapat meningkatkan nilai lebih bagi bisnis pelanggan. “Skema bisnis dan total solusi yang kami tawarkan kepada para operator tidak memerlukan investasi yang besar, sehingga customer menjadi dimudahkan dan efisien,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) Ririek Adriansyah mengatakan, konsolidasi bisnis konektivitas akan memperbesar valuasi anak-anak usaha Telkom. Hal itu sudah dilakukan dengan bisnis menara telekomunikasi yakni menggabungkan menara Telkomsel ke dalam Mitratel. “Dengan penggabungan ini, unlocking bisnis sektor telekomunikasi di bawah Telkom Group dapat terlaksana,” ujarnya.
Ririek menambahkan langkah mengkonsolidasikan bisnis anak usaha TLKM merupakan realisasi dari 5 strategi besar yang dikenal dengan Five Bold Moves, untuk menjadi industri telekomunikasi kelas dunia dengan target antara lain mendorong transformasi bisnis, meningkatkan kapitalisasi pasar (market cap) dengan valuasi Rp 500-700 triliun, unlocking bisnis, serta EBITDA yang harus terus bertumbuh.
Pada kesempatan tersebut, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan langkah penggabungan bisnis menara di anak usaha Telkom dinilai tepat. Ia menjelaskan strategi bisnis akusisi menara Telkomsel oleh Mitratel tersebut justru membuat efisien dan meningkatkan valuasi, serta daya saing perusahaan.
Hal ini terlihat ke depan pengelolaan menara telekomunikasi milik Mitratel bisa disewakan ke semua operator seluler. Selain itu, langkah bisnis akuisisi menara yang dilakukan oleh Mitratel menjadi revenue stream baru bagi Telkom Group serta ditambah masuknya permodalan (Mitratel) dari investor. “Pengelolaan menara yang tadinya cost center, saat ini bisa jadi profit centerkarena juga bisa diisi oleh operator lain,” paparnya.
Tiko juga menyatakan UU Cipta Kerja memungkinkan dan mendorong penggunaan infrastruktur menara untuk layanan bersama (infrastructure sharing). Selain menara, fiber optik juga bisa digunakan bersama oleh operator. Menurutnya, level persaingannya saat ini bukan lagi di penguasaan infrastruktur, tapi kualitas layanan kepada pelanggan.
Editor : Jauhari Mahardhika (jauhari@investor.co.id)
Sumber:
Investor.ID
Akuisisi 6.000 Menara Telkomsel, Mitratel Tingkatkan Valuasi

JAKARTA – PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel) optimistis konsolidasi menara Telkom Group dan operator yang terjadi di industri seluler saat ini akan membawa dampak positif bagi perusahaan penyedia menara.
Bagi Mitratel sebagai market leader kepemilikan menara telekomunikasi yang terbesar di Asia Tenggara, langkah konsolidasi tersebut akan membantu dan membuka kesempatan bagi semua operator dalam melakukan ekspansi bisnisnya.
Direktur Utama Mitratel Theodorus Ardi Hartoko mengatakan bahwa tumbuhnya kebutuhan mobile data, berkembangnya teknologi 5G dan IoT (Internet of Things) serta aksi merger operator seluler membawa dampak semakin berkembangnya industri Menara telekomunikasi di Indonesia. Hal ini merupakan potensi pasar yang cukup bagus untuk terus bertumbuh.
Dengan kepemilikan 34.800 menara yang diraih setelah akuisisi 6.000 menara Telkomsel yang lokasinya strategis, tersebar di seluruh Indonesia dan mayoritas berada di luar Jawa ditambah Mitratel menyediakan solusi total melalui skema bundling yang terdiri dari tower leasing, connectivity, dan power to tower menjadikan Mitratel memiliki kekuatan penuh dalam menjawab peluang tersebut.
“Dengan mapping tersebut, kami optimistis strategi ini akan disambut positif oleh semua operator. Apalagi, ditambah 32% menara Mitratel merupakan prioritas utama tenant dari operator seluler,” kata Direktur Utama Mitratel Theodorus Ardi Hartoko dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/8/2022).
Teddy Hartoko panggilan akrabnya menambahkan pasca akuisisi menara Telkomsel, pihaknya lebih agresif meningkatkan tenancy ratio dan perluasan layanan termasuk bisnis pendukung agar dapat meningkatkan nilai lebih bagi bisnis pelanggan.
“Skema bisnis dan total solusi yang kami tawarkan kepada para operator tidak memerlukan investasi yang besar sehingga customer menjadi dimudahkan dan efisien,” jelasnya.
Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Ririek Adriansyah mengatakan konsolidasi bisnis konektivitas akan memperbesar valuasi anak-anak usaha Telkom. Hal itu sudah dilakukan dengan bisnis menara telekomunikasi yakni menggabungkan menara Telkomsel ke dalam Mitratel.
“Dengan penggabungan ini, unlocking bisnis sektor telekomunikasi di bawah Telkom Group dapat terlaksana,” ujarnya.
Ririek menambahkan langkah mengkonsolidasikan bisnis anak usaha Telkom merupakan realisasi dari 5 strategi besar yang dikenal dengan Five Bold Moves, untuk menjadi industri telekomunikasi kelas dunia dengan target antara lain mendorong transformasi bisnis, meningkatkan kapitalisasi pasar (market cap) dengan valuasi Rp 500-700 triliun, unlocking bisnis serta EBITDA yang harus terus bertumbuh.
Pada kesempatan tersebut, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan langkah penggabungan bisnis menara di anak usaha Telkom dinilai tepat.
Ia menjelaskan strategi bisnis akusisi menara Telkomsel oleh Mitratel tersebut justru membuat efisien dan meningkatkan valuasi, serta daya saing perusahaan.
Hal ini terlihat ke depan pengelolaan menara telekomunikasi milik Mitratel bisa disewakan ke semua operator seluler. Selain itu, langkah bisnis akuisisi menara yang dilakukan oleh Mitratel, menjadi revenue stream baru bagi Telkom Group serta ditambah masuknya permodalan (Mitratel) dari investor.
“Pengelolaan Menara yang tadinya cost center, saat ini bisa jadi profit center karena juga bisa diisi oleh operator lain,” paparnya.
Tiko juga menyatakan UU Cipta Kerja memungkinkan dan mendorong penggunaan infrastruktur menara untuk layanan bersama (infrastruktur sharing). Selain menara, juga fiber optik bisa digunakan bersama oleh operator. Menurutnya, level persaingannya saat ini bukan lagi di penguasaan infrastruktur, tapi kualitas layanan kepada pelanggan.
Sumber:
Okezone